Makalah Baitul Maal Wat Tamwil



MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK


Tentang : 
BAITUL MAAL WAT TAMWIL

Oleh:

                        NAMA            : RIKA MALIA       
                        NIM                : 1630401148
                        BLOG             : RikamaliaIAINBATUSANGKAR.blogspot.com


Dosen :
DR. H. SYUKRI ISKA, M.AG.
IFELDA NENGSIH, SEI., MA.



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
BATUSANGKAR
2017 



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mudharabah dan syirkah adalah dua metode yang dipakai untuk memobilisasi dan dikombinasikan dengan keahlian manajerial dan keusahaan dengan tujuan untuk ekspansi perdagangan jarak jauh dan mendukung kerajinan dan manufaktur.
Cara-cara ini mampu memenuhi tuntutan perdagangan dan industri serta menjadikan mereka mampu berkembang optimal dengan lingkungan teknologi yang berkembang pada waktu itu. Mereka menjadikan perdagangan dan industri sebagai “keseluruhan mata air sumber-sumber moneter bagi dunia islam abad pertengahan” dan berfungsi sebagai suatu cara pembiayaan, dan untuk tingkatan tertentu, jaminan ventura komersial, sebagaimana halnya menyediakan kombinasi keahlian-keahlian yang diperlukan dan jasa-jasa bagi pelaksanaan perniagaan mereka yang memuaskan.
Seiring dengan kemerosotan moral serta degenerasi politik dan ekonomi, dunia islam kehilangan vitalitasnya dalm semua aspek kehidupan di mana suatu kali pernah menyumbangkan kebangkitan dan keemasannya. Dominasi asing telah berperan sangat menentukan. Meskipun riba masih dipandang enteng oleh kaum muslimin, tetapi berabad-abad dominasi keuangan, ekonomi, dan politik barat secara tidak disadari telah menyebabkan dunia Islam bergeser jauh dari penghimpunan keuangan dan sumber-sumber keusahaan melalui lembaga-lembaga manusiawi, seperti mudharabah dan syirkah. Lembaga-lembaga ini perlu dihidupkan kembali jika dunia islam berniat untuk menghapuskan riba.
Memang, Lembaga-lembaga itu masih dapat lagi berperan menentukan dalam merangsang investasi, memberikan imbalan keahlian dan keusahaan, serta mempercepat pertumbuhan bagi kepentingan kaum muslimin. Dikombinasikan dengan koperasi serta BMT maka bentuk organisasi bisnis dan peran perbankan komersial serta lembaga-lembaga finansial, bahkan kompleksitas investasi hari ini, dapat dipecahkan tanpa ada persoalan-persoalan yang berarti. Meskipun begitu, ada beberapa prasyarat.  
     
B.     Rumusan Masalah  
1.      Apakah pengertian dari Baitul mal wal tamwil?
2.      Bagaimana prosedur pendirian BMT?
3.      Bagaimana operasional, kepengurusan, sumber dan alokasi dana BMT?  


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
      Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah  yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Secara harfiah baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan islam. Dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial atau penyaluran dana yang non-profit, seperti : zakat, infaq dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba, yakni sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.[1]
   Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT dapat terlihat pada defenisi  baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari defenisi baitul tamwil. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Apabila dilihat dari peristilahan Kelompok Swadaya Masyarakat –Baitul Mal Wat Tamwil (KSM-BMT) adalah sekelompok orang yang menyatukan diri untuk saling membantu dan bekerja sama membangun sumber pelayanan keuangan guna mendorong dan mengembangkan usaha produktif dan meningkatkan taraf hidup para anggota dan keluarganya. [2]
Sebagai lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus di dorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun 1999).
Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam. BMT mempunyai peluang untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.[3]
           
Atas landasan pengertian itu, maka BMT memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut:
a.       Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak  untuk anggota dan lingkungannya.
b.      Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
c.       Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.
d.      Milik bersama masyarakat kecil bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang dari luar masyarakat itu.

Selain ciri utama di atas, BMT juga memiliki ciri khas sebagai berikut:
a.       Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif, tidak menunggu tapi menjemput nasabah, baik sebagai penyetor dana maupun sebagai penerima pembiayaan usaha.
b.      Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staf yang terbatas, karena sebagian besar staf harus bergerak di lapangan untuk mendapatkan nasabah penyetor dana, memonitor dan mensupervisi usaha nasabah.
c.       BMT mengadakan pengajian rutin secara berkala yang waktu dan tempatnya biasanya di madrasah, masjid atau mushalla ditentukan sesuai dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT; setelah pengajian biasanya dilanjutkan dengan perbincangan bisnis dari para nasabah BMT.
d.      Manajemen BMT diselenggarakan secara profesional dan islami.[4]

B.     Prosedur pendirian BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum menjalankan usahanya, Kelompok Swadaya Masyarakat mesti mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat (LPSM) yang mendukung program proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI). Selain dengan badan hukum kelompok swadaya masyarakat, BMT juga bisa didirikan dengan menggunakan badan hukum koperasi, baik koperasi serba usaha di perkotaan, koperasi unit desa di pedesaan, maupun koperasi pondok pesantren (kopontren) di lingkungan pesantren.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, yakni masalah lokasi atau tempat usaha. Lokasi atau tempat usaha BMT sebaiknya berada di tempat di mana kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya dilangsungkan, baik anggota penyimpanan dana maupun pengembang usaha atau pengguna dana.











Tahap-tahap Pendirian BMT[5]






 





















C.    Manajemen Operasional BMT, Kepengurusan, Sumber dan Alokasi dana BMT
1.      Manajemen Operasional BMT
Pembahasan manajemen operasional BMT, menyangkut persoalan manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Maal, manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitut Tamwil, sistem dan bentuk laporan keuangan serta bentuk penilaian kesehatan BMT.


 


                                                         Pajak dan Zakat


 





                                        25:75%                          Bagi Hasil








 


                                        50:50%







 


                                       80:20%                                 Margin                           
Al Ba’i Bithaman Ajil
 
                                  Bagi Hasil                                                                                                                                                   
                                                                                    Laba                                               


 


Rahn
 
                                                                                      Sewa
                                                                                                    

Al-Qardhul Hasan
 
                                                                                      Biaya                                                                                                    
                                                                                                                                                                                                                                                
                                                                                   Administrasi


 



1)      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Maal
Persoalan pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Maal dari ketiga LPSM tidak dibahas secara tuntas manajemen operasionalnya. Hal ini dikarenakan pandangan yang sangat sederhana dari ketiga LPSM tersebut mengenai fungsi Baitul Maal.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh P3UK bahwa fungsi Baitul Maal sebagai mediator antara pembayar zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahik) dan kegiatannya tidak boleh mengambil profit apapun dari operasionalnya, dan secara struktural di awal-awal ditangani secara rangkap oleh ketua. Disamping itu, P3UK juga mendefenisikan bahwa Baitul Maal merupakan suatu institusi/lembaga keuangan yang usaha pokoknya menerima dan menyalurkan dana ummat islam yang bersifat non komersial, dalam arti bahwa dana Baitul Maal ini dipergunakan untuk kegiatan sosial atau dapat dipinjamkan untuk kegiatan produktif yang tidak mengambil keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh peminjam. Sumbernya berasal dari zakat, infaq, shadaqah, hibah, sumbangan dan lain-lain. Sedangkan alokasi penyalurannya kepada para mustahiq yaitu fakir, miskin, mu’alaf, fi sabilillah, ibnu sabil, gharimin, hamba sahaya, dan amilin.
PINBUK dalam memandang pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Maal lebih sederhana lagi. Baitul Maal memiliki kegiatan menerima titipan BAZIS dari dana ZIS, dan menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sehingga tidak tampak secara langsung dalam struktur organisasi, bagian yang secara khusus mengoleksi dan menyalurkannya. Dalam model pun tampak kalau ZIS itu hanya bagian dari sumber dana.

2)      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitut Tamwil  
(a)    Manajemen pengerahan dana Baitut Tamwil
Manajemen pengerahan dana Baitut Tamwil terkait dengan sumber dana, prosedur dan pola perhitungan bagi hasilnya. Sumber dana Baitut Tamwil dalam model yang ditampilkan P3UK berasal dari para pendiri/pemilik berupa modal dan para penabung. Bentuk tabungannya bisa berupa al-Wadiah (titipan), al-Mudharabah (investasi) maupun dana Amanah (tabungan dengan maksud khusus). Secara administrasi, pencatatan sumber dana ini terpisah dengan Baitul Maal.

(b)   Manajemen pendayagunaan dana Baitut Tamwil
Manajemen pendayagunaan dana Baitut Tamwil tentunya menyangkut jenis penyaluran dana, prosedur pembiayaan serta analisis pembiayaan. Jenis penyaluran dana/pembiayaan Baitut Tamwil dalam konsepsi P3UK berupa pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Ba’i Bitsaman Ajil, serta pembiayaan lainnya (di dalamnya ada al-ijarah, al-ju’alah, al-qardhul hasan).

(c)    Sistem dan bentuk laporan keuangan
P3UK dalam administrasi keuangan unutk BMT, mengungkapkan dua prinsip penting yang harus diperhatikan dalam pengerjaan administrasi keuangan yaitu prinsip Accountability dan Auditability. Bentuk laporan BMT dalam konsep P3UK berupa neraca yang menunjukkan aktiva dan pasiva yang terdiri dari hutang, modal dan juga terdapat laporan keuangan Baitul Maal. Jadi laporan keuangan Baitul Maal dan Baitut Tamwil menjadi satu kesatuan bentuk laporan.

(d)   Penilaian kesehatan BMT
Tingkat kesehatan BMT adalah kualitas atau kinerja BMT dilihat dari berbagai aspek yang sangat berpengaruh bagi kelancaran, keberlangsungan dan keberhasilan usaha BMT, baik untuk jangka pendek maupun untuk keberlangsungan hidupnya dalam jangka panjang. PINBUK mengemukakan bahwa ada tiga aspek penting yang mempengaruhi tingkat kesehatan BMT yang perlu dinilai/diukur yaitu aspek keuangan, aspek kelembagaan dan manajemen serta aspek misi, sosial, dan syariah.[6]

2.      Kepengurusan BMT
Badan pengelola adalah sebuah badan yang mengelola organisasi dan perusahaan BMT serta dipilih dari dan oleh anggota Badan Pengawas (Badan Pendiri dan Perwakilan anggota). Sebagai pengelola organisasi dan perusahaan BMT, Badan pengelola ini biasanya memiliki struktur organisasi tersendiri.[7]

Direktur
 
 















Bagian Pemasaran
 

Bagian Operasional
 

Bagian Pemunguntan
 

Bagian Pelaporan
 

Bagian Distribusi
 

 







                             


















 










3.      Sumber dan Alokasi Dana BMT
Dalam menjalankan usahanya, berbagai akad yang ada pada BMT mirip dengan akad yang ada pada bank pembiayaan rakyat islam. Adapun akad-akad tersebut adalah: pada sistem operasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga keuangan islam adalah:
a)      Giro Wadiah, adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.
b)      Tabungan Mudarabah, dana yang disimpan nasabah akan di kelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan islam bertindak sebagai mudharib.
c)      Deposito Mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan islam dan mengembangkannya. BMT bebas mengelola dana (mudharabah mthlaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah juga shahibul maal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu. Jenis ini disebut mudharabah muqayyadah.[8]
1)      Produk Inti Baitul Maal
a.)    Produk penghimpunan dana
Dalam produk penghimpunan dana Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, meskipun, selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial.
b.)    Produk penyaluran dana
Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari dana-dana baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam al-Qur’an, yaitu kepada 8 ashnaf antara lain: faqir, miskin, amilin, mu’alaf, fisabilillah, ghorimin, hamba sahaya, dan mushafir. Sedangkan dana diluar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya (termasuk di dalamnya untuk kepentingan kafir dhimmi, yang rela dengan pemerintahan islam).

2)      Produk inti Baitut Tamwil
Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi Baitut Tamwil) adalah sebagai penghimpunan dana dan penyaluran dana.
a)      Produk Penghimpunan Dana
Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana di sini, berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:
(1)   Al-Wadi’ah
Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil, namun nisbah bagi penabung sangat kecil.
(2)   Al-Mudharabah
Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan bulan lalu.
(3)   Amanah
Penabung memiliki keinginan tertentu yang diaqadkan atau diamanahkan kepada BMT. Misal, tabungan ini dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu’afa atau oranng tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil.

b)      Produk Penyaluran Dana  
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah:
(1)   Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepada anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota (nasabah) menyediakan usaha dan system pengelolaannya (manajemennya). Hasil keuntungan akan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama (misal 70% : 30% atau 65% : 25%).
(2)   Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkan dalam proses pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
(3)   Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6 sampai 9 bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan.
(4)   Pembiayaan Bai’ Bitsamn Ajil
Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan Murabahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan.

(5)   Pembiayaan al-Qardhul Hasan
Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota yang benar-benar kekurangan modal/kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah (anggota) cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT.[9] 


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Baitul Mal Wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam, dengan berasaskan penuh keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan.
Produk penghimpunan dana lembaga keuangan islam adalah: Giro Wadiah, Tabungan Mudarabah, dan Deposito Mudarabah.
Tingkat kesehatan BMT adalah ukuran kinerja dan kualitas. BMT dilihat dari faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran, keberhasilan dan keberlangsungan utama BMT, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah BMT perlu diketahui tingkat kesehatannya karena BMT merupakan sebuah lembaga keuangan pendukung kegiatan ekonomi rakyat. BMT yang sehat akan Aman, Dipercaya dan Bermanfaat.







[1] Sudarsono, Heri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia. 2003
[2]Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakatra: Sinar Grafika. 2000
[3] Muhammad ridwan, manajemen baitul maal wa tamwil.(Yogyakarta: UII Press: 2004) hal. 126
[4] Janwari, H.A, lembaga-lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada: 2002) hal. 184-185
[5] Janwari, H.A, lembaga-lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada:2002) hal. 187-190
[6] Jamal lulail yunus, manajemen bank syariah mikro.(Malang: UIN-Malang press: 2009) hal. 81-94
[7] Janwari, H.A, lembaga-lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada: 2002) hal. 194-195
[8] Nurul Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga keuangan islam: tinjauan teoritis dan praktis.(Jakarta: Prenada Media Group: 2010) hal. 366
[9] Jamal Lulail Yunus. Manajemen bank syariah mikro.(Malang: UIN-Malang Press: 2009) hal. 33-38







Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah Pasar Modal (Syariah dan Konvensional)

makalah DPS, DSN, dan DK

makalah asuransi (syariah dan konvensional)