makalah perusahaan leasing



MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK


Tentang : 
PERUSAHAAN LEASING

Oleh:

                        NAMA           : RIKA MALIA       
                        NIM                : 1630401148
                      


Dosen :
DR. H. SYUKRI ISKA, M.AG.
IFELDA NENGSIH, SEI., MA.



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
BATUSANGKAR
2017/2018 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang tidak sedikit. Apalagi kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme operasional perusahaan leasing: produk dan mekanisme pelaksanaan leasing?
2.      Bagaimana perkembangan perusahaan leasing dan tinjauan syariah terhadap leasing di indonesia? 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mekanisme Operasional Perusahaan Leasing: Produk dan Mekanisme Pelaksanaan Leasing
1.      Pengertian Leasing
Leasing pada awalnya dikenal di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi leasing yang sering juga disebut sewa guna usaha.
1)        Leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu (Financial Accounting Standard Board, FASB-13).
2)        A lease an agreement where by the lessor conveys to the lessee in return for rent the right to use an asset for an agreed period of time (The International Accoounting Standard, IAS-17). Artinya, leasing adalah suatu perjanjian di mana pihak lessor menyediakan barang modal dengan hak penggunaan oleh pihak lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu.
3)        Leasing adalah persetujuan atas dasar kontrak di mana pemilik dari aktiva (lessor) menginginkan pihak lain (lessee) untuk menggunakan jasa dari aktiva tersebut selama suatu periode tertentu (Bambang Riyanto, 1995).
4)        Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK Menteri Keuangan No 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 november 1991).
Dari definisi leasing tersebut di atas, maka dalam setiap transaksi leasing terdapat 3 (tiga) pihak utama yaitu:
1)        Lessor, merupakan perusahaan sewa guna usaha yang dalam hal ini sebagai pihak yang memiliki hak kepemilikan barang modal.
2)        Lessee, merupakan perusahaan pemakai/penyewa barang modal yang dalam hal ini dapat memiliki hak opsi/pilihan pada akhir kontrak.
Supplier, merupakan pihak penjual barang modal yang disewakan.
 (Anwar, 2010, hal. 67-70)
2.      Produk Leasing
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara satu perusahaan leasing dengan perusahaan leasing lainnya dapat berbeda. Di dalam surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1.        Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease)
2.        Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease)
Cirri-ciri kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
1.      Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan:
a.         Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang di lease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b.        Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
Sedangkan criteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.         Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak investor.
b.        Di dalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1.      Direct Finance Lease
Transaksi ini dikenal juga dengan namatrue lease. Di mana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee.Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkan termasuk penentuan harga dan suppliernya. Oleh karena itu proses pembelian yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
2.      Sales dan Lease Back
Proses ini dilakukan di mana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut, antara lessee dengan lessor. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja pihak lessee.
Sedangkan dalam operating lease di mana pihak lessor sengaja membelli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee.Biaya yang dikenakan terhadap lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya. (Kasmir, 2001, hal. 244-245)
3.      Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Sesuai dengan perkembangannya, sebagai lembaga penopang kebutuhan modal pembiayaan, maka lembaga ijarah atau leasing berkembang menjadi dua jenis operasional, yaitu: financing leasing dan operasional leasing. Dengan penjelasan sebagai berikut:
1)      Financing leasing
Financing leasing adalah suatu bentuk cara pembiayaan, lessor yang mendapat hak milik atas barang yang dileasengkan menyerahkan kepada lesee untuk dipakai selama jangka waktu yang sama dengan masa kegunaan barang tersebut. Akad leasing ini mencakup beberapa tipe, yaitu: sale type lease, direct financial lease, sale and lease back dan leverage lease.
a.       Sale type lease
Merupakan financial lease, tetapi lease property pada saat permulaan lease mempunyai nilai yang berbeda dengan harga yang ditanggung oleh lessor. Dalam hal ini lessor merupakan dealer atau pabrikan yang menggunakan leasing sebagai salah satu jalur pemasarannya. Dengan model ini transaksi yang dilakukan akan menghasilkan laba penjualan.
b.      Direct financial lease
Merupakan salah satu bentuk dari financial lease yang dibiayai langsung oleh lessor. Metode ini sering disebut dengan full fayout leasing. Lessor membiayai sepenuhnya dari leasef property yang bersangkutan.
c.       Sale and lease back
Merupakan model transaksi sewa dengan perjanjian lesee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor. Setelah menjadi pemilik barang tersebut secara sah, lessor meleasekannya kembali kepada lesee tadi. Lesee memerlukan atau melakukan ini karena lesee memerlukan cash tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya.
d.      Leverage lease
Merupakan bentuk lain leasing yang lebih kompleks, sekurang-kurangnya tiga pihak yang berdiri sendiri. Jadi, disamping lessor, lessee ada pula credit provider atau debt participant yang membiayai sebagian besar lease property dalam leverage lease, lesee melakukan penawaran equipment menurut yang dikehendaki dan melakukan penawaran harga, sama halnya dengan nonleverage. Tetapi lessor hanya menanggung sebagian kecil dari pembiayaan lessee property (sekitar 20%).
2)      Operasional leasing
Adalah suatu bentuk pemberian jasa yang dilakukan lessor yang berupa barang kepada lesse untuk dipakai selama jangka waktu yang lebih pendek dari masa kegunaan ekonomis barang tersebut disertai dengan pembayaran secara berkala oleh lessee pada lessor. Berkaitan dengan persoalan mekanisme ini berarti menunjuk kepada tanggung jawab siapa yang diberi pinjaman. Kerusakan atas barang disewakan kepada para penyewa, asal bukan diakibatkan oleh kelalaian, maka penyewa bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, penyewa wajib mengganti. Dengan demikian, transaksi ijarah akan berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: (1) obyeknya hilang atau musnah; (2) habis tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah; (3) meninggalnya seseorang yang berakad (mazhab hanafi); (4) karena ada uzur.
1.      Pihak-pihak ynag terlibat dan penyelenggaraan leasing
a.       Lessor
Lessor merupakan pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lesee dalam bentuk barang modal (misalnya mesin, gedung, kendaraan). Lessor dalam finance lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan lessor dalam operating lease, bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
b.      Lessee
Lessee merupakan pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial leaseb bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa peralatan dengan cara pembayaran angsuran. Pada akhir kontrak leasing, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang disewa tersebut dengan harga berdasarkan nilai sisa.Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.
c.       Supplier
Supplier merupakan pihak yang mengadakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.Dalam financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.
d.   Bank atau Kreditur
Pihak bank atau kreditur dalam perjanjian leasing tidak terlibat secara langsung, memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor terutama dalam leverage lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari bank untuk memperoleh barang modal yang nantinya akan dijual sebagai obyek leasing kepada lessee atau lessor.

Di Indonesia usaha leasing dapat diselenggarakan oleh:
1)      Bank
2)      Lembaga keuangan bukan bank; dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SK Menteri Keuangan No. Kep. 38/MK/IV/1972, serta kegiatan leasing yang dilakukan memiliki tata buku tersendiri.
3)      Perusahaan pembiayaan, diatur sebagai berikut;
a)      Perusahaan swasta nasional:
(1)   Berbentuk perseroan terbatas (PT)
(2)   Modal saham dimiliki warga Negara Indonesia
(3)   Modal saham minimal Rp.1 miliar
b)      Perusahaan campuran:
(1)   Berbentuk perseroan terbatas (PT)
(2)   Modal disetor minimal Rp.3 miliar
(3)   Dalam waktu sepuluh tahun mayoritas pemilikan saham berada ditangan warga Negara Indonesia
4)      koperasi (Martono, 2002, hal. 120-122)
2.      proses transaksi leasing
Perjanjian leasing umumnya dalamm bentuk tertulis, dan memuat berbagai persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut memuat jangka waktu lamanya barang tersebut digunakan, jumlah dan cara pelaksanaan angsuran, serta spesifikasi barang yang disewa dan persyaratan pengalihan pada akhir masa kontrak.
Mekanisme proses transaksi leasing yaitu:
1)        Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan menentukan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan di lease.
2)        Lessee berunding dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. Lessee dapat meminta lease quotation (syarat-syarat pokok pembiayaan leasing) yang berisikan antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3)        Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee yang berisikan syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee. Jika commitment letter tersebut disetujui, maka selanjutnya ditandatangani oleh lessee dan dikembalikan kepada lessor.
4)        Penandatanganan kontrak leasing dilakukan setelah semua persyaratan dipenuhi lessee. Persetujuan atau kontrak tersebut mencakup pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas obyek leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran dan sewa, dan sebagainya.
5)        Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6)        Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor, termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
7)        Pembayaran oleh lessor kepada supplier.
8)        Pembayaran sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya. (Martono, 2002, hal. 122-123)

B.     Perkembangan Perusahaan Leasing dan Tinjauan Syariah Terhadap Leasing di Indonesia
1.      Perkembangan perusahaan leasing
Di Indonesia kegiatan usaha leasing baru diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kep-122/MK/IV/2/1974, dan No. 30/KPB/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Dalam SKB ketiga Menteri tersebut yang dapat melakukan usaha leasing adalah:
1)      Lembaga keuangan yang dimaksud dalam SK Menteri Keuangan No. KEP.38/MK/IV/1/1972
2)      Badan usaha lain non lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang leasing, termasuk subsidiary dari sutau lembaga keuangan, perwakilan tunggal (pasal 1).
Perusahaan-perusahaan yang akan melakukan usaha leasing, baik dari lembaga keuangan maupun yang dari bukan lembaga keuangan, baik sebagai usaha tunggal, join venture, utama maupun sampingan, harus mendapatkan izin dari Menteri Keuangan.
Selanjutnya sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang member izin usaha bagi perusahaan leasing, Menteri Keuangan mengeluarkan SK No. 649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 yang mengatur ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Dalam keputusan ini juga ditetapkan:
1)      Perusahaan leasing harus memenuhi ketentuan-ketentuan:
a)      Telah mempunyai rekomendasi/pertimbangan dari Bank Indonesia bagi kalangan perbankan dan rekomendasi dari Departemen Perdagangan/Perindustrian bagi badan usaha non bank.
b)      Menyampaikan feasibility study dan rencana pembiayaan usaha paling sedikit tiga tahun yang akan datang.
c)      Tidak akan memperkerjakan wanita asing, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan.
d)     Dipekerjakan paling sedikit seorang ahli hukum, akuntan dan seorang ahli di mana leasing dititikberatkan.
e)      Penutupan asuransi dilakukan perusahaan asuransi Indonesia.
2)      Perusahaan industry leasing dilarang mengambil dana dari masyarakat baik dalam bentuk tabungan, deposito dan giro maupun memberikan kredit jaminan kepada pihak ketiga atau bentuk usaha perbankan lainnya.
3)      Yang boleh melakukan kegiatan leasing di Indonesia adalah perusahaan leasing yang berkedudukan di Indonesia dan untuk perusahaan yang berkedudukan di luar negeri tidak diperkenankan.
Pengawasan, pelaksanaan, wewenang dalam surat keputusan menteri keuangan ini adalah direktorat jenderal moneter dan akan memperhatikan pertimbangan dari bank Indonesia serta departemen yang membawahi bidang kegiatan leasing.
Perkembangan usaha leasing selanjutnya memang sangat mengesankan. Sampai dengan saat ini, leasing di indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan-perusahaan khususnya bidang ekonomi. Sebagai buktinya, terlihat dari tahun ke tahun perusahaan leasing terus bertambah. (Martono, 2002, hal. 114-116)
2.      Tinjauan syariah terhadap leasing di indonesia
Mengingat di Indonesia  hingga sekarang belum ada landasan hukum yang mengatur tentang konsep leasing islam. Akan tetapi, konsep leasing islam bukannya tidak mungkin dapat dikembangkan, mengingat berbagai produk yang keluar dari sistem ekonomu islam pada dasarnya mengacu pada berbagai akad yang dibenarkan secara islam dan juga memiliki landasan Islam Al-Qur`an dan Hadits. Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing islam adalah:
1.      Akad-akad bagi hasil, seperti mudarabah yang berupa perjanjian antara pihak pemilik untuk membiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakati secara bersama.
2.      Akad murabahah, yaitu perjanjian jual beli barang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing bisa masuk ke dalam akad ini. Dengan adanya pembelian barang dan lalu menjualnya kepada calon pembeli dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.      Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembeli (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam transaksi ini barang belum tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh, lessee dapat bertindak sebagai muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.
4.      Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari akad rahn ini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran.
Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing. Dengan konsep bagi hasil, maka leasing, dalam hal ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian leasing islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing. (Haikal, 2010, hal. 370-371) 


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis, maka semakin banyak perusahaan yang terjun ke dunia bisnis. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang terjun ke dunia bisnis, maka semakin banyak kebutuhan dana dan modal yang harus dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Hal tersebut mendorong industry bisnis yang bergerak dalam bidang pembiayaan yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karena yang dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembiayaan secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salah satu jenis lembaga pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal.










DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, S. (2010). Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat. Jakarta: Rajawali Press.
Haikal, N. H. (2010). Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Grup.
Kasmir. (2001). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Martono. (2002). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia.


 
























 


 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah Pasar Modal (Syariah dan Konvensional)

makalah DPS, DSN, dan DK

makalah asuransi (syariah dan konvensional)