makalah INSTITUSI WAKAF



MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK


Tentang : 
INSTITUSI WAKAF

Oleh:

                                                         NAMA           : RIKA MALIA       
                                                         NIM                : 1630401148
                   


Dosen :
Dr. H. SYUKRI ISKA, M.Ag.
IFELDA NENGSIH, SEI., MA.



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
BATUSANGKAR
2017/2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wakaf adalah salah satu usaha yang tengah dikembangkan untuk  meningkatkan peran wakaf dalam bidang ekonomi, harta  wakaf yang diwakafkan sepenuhnya adalah milik kaum muslimin yang dapat dikelola secara produktif untuk menunjang perekonomian masyarakat.
Untuk memproduktifkan benda-benda wakaf maka harus ada suatu lembaga pengelola benda wakaf untuk di produktif, atau suatu lembaga yang berperan sebagai tempat pengelola benda-benda wakaf yang diberikan agar dapat bermanfaat untuk kepentingan umat.
Lembaga wakaf merupakan salah satu penunjang perkembangan masyarakat. Sebagian besar rumah ibadah, lembaga pemdidikan dan lembaga-lembaga islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf. Apbila jumlah tanah wakaf di Indonesia ini dihubungkan dengan negara yang saat ini menghadapi berbagai krisis termasuk krisis ekonomi, sebenarnya jumlah tanah wakaf merupakan suatu potensi sumber daya ekonomi untuk lebih dikembangkan guna menyelesaikan krisis ekonomi.
Di Indoenesia lembaga yang berfungsi mengelola atau memproduktif kan beda-benda wakf bernama badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI diberi tugas  pengembangan wakaf secara produktif, sehinggga wakaf dapat berfungsi  untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dilihat dari segi hal sosial dan ekonomi, wakaf yang ada memang belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah social dan ekonomi. Hal ini dpat dipahami karena kebanyakan wakaf yang ada kurang maksimal dalam pengelolaannya.  

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme operasional institusi wakaf?
2.      Bagaimana perkembangan institusi wakaf di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Mekanisme Operasional Institusi Wakaf
1.    Pengertian Wakaf
Secara etimologi waqaf berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan, yang berarti berdiri tegak, menahan. Istilah fiqh yang se makna dengan wakaf adalah al-habs dan as-sabiil, sehingga imam syfi’I menyebut wakaf dengan menggunakan lafaz al-habs.
Imam hanifah memaknai wakaf dengan menahan ain asset yang berstatus tetap milik wakif dan menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikan. Imam malik menyatakan wakaf merupakan perbuatan wakif yang menyerahkan manfaat asset wakafnya, baik berupa hasil atau sewa, dengan shigat dalam jangka waktu yang di kehendaki oleh wakif.
Menurut jumhur ulama wakaf adalah menahan suatu benda yang dapat di manfaatkan sementara lain asset tetap, tidak hilang atau berkurang, karena di ambil benefitnya sepanjang penggunaan harta itu di perbolehkan menurut hukum islam. (Heykal, 2010, pp. 309-310)
Menurut perundang-undangan Indonesia kompilasi hukum islam mernyebutkan  wakaf merupakan perbuatan hukum seseorang, kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan ibadah atau kepentingan umum sesuai dengan ajaran agama islam.
Menurut PP No 28 tahun 1997 pasal 1 ayat 1 wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umu lainnya sesuai denga ajaran agama islam.
Dalam Undang-Undang nomor 41/2004; wakaf dijelaskan sebagai perbuatan hukum wakif (orang yang mewakafkan) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Ada beberapa ketentuan tentang wakaf, yaitu:
a.       Kondisi harta tersebut adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan punya nilai ekonomis.
b.      Asal (pangkal) harta tersebut tetap bertahan, yang dimanfaatkan itu hanyalah hasil dari harta tersebut.
c.       Tidak boleh diperjualbelikan, dan diwariskan.
d.      Yang boleh menikmati hasil dari harta tersebut, diantaranya adalah fakir miskin, pembiayaan kegiatan sosial, nazir (yang mengelola). (Rizal, 2005, pp. 104-106)

2.    Dasar Hukum Wakaf   
a.    Al- Haj 77
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$#               öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
b.    Dari abu hurairah r.a, nabi Saw bersabda apabila manusia meninggal, maka terputuslah  amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah amal jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks negara indonesia, amalan wakaf sudah di laksanakan oleh masyarakat muslim Indonesia sejak sebelum merdeka maka pemerintah menetapkan undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia yaitu undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf , dan peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang nomor 41 tahun 2004.
3.    Rukun dan Syarat Wakaf
a.    Rukun Wakaf
Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf.
1.     orang yang berwakaf (al-waqif).
2.     benda yang diwakafkan (al-mauquf).
3.     orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf 'alaihi).
4.     lafadz atau ikrar wakaf (sighah). (Rizal, 2005, p. 106)

b.  Syarat Wakaf
1.      Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)
Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2.      Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai').
3.      Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)
 Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam,  tertentu (mu'ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu'ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll.
Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu'ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu'ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4.      Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah)
Perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta'bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah. (Soemitra, 2010, pp. 437-439)

4.  Pengelolaan Operasional Wakaf
Yang dimaksud dengan standar operasional penegelolaan wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar meneghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang disebut dengan pengelolaan operasional adalah proses-proses pengambilan keputusan berkenaan dengan fungsi operasi.
Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam operasi kelembagaan nazhir yang ingin mengelola secara produktif. Keputusan yang dimaksud disini berkenaan dengan lima fungsi utama manajemen operasional, yaitu: proses, kapasitas, sediaan (inventory), tenaga kerja dan mutu.
a.    Proses
b.    Kapasitas
c.    Sediaan
d.   Tenaga kerja
e.    Mutu (Harahap, 2007, pp. 108-110)

5.    Mekanisme Pengelolaan Dana Wakaf
   Menurut Muhammad Zarka secara konsepsional asset wakaf dapat dimanfaatkan untuk proyek pnyediaan layanan sekolah gratis bagi du’afaf, dan proyek wakaf produktif yang dapat menghasilkan pendapatan seprti menyewakan bangunan pusat pembelanjaan.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan wakaf adalah bagaimana menjamin kelanggengan asset wakaf agar tetap memberikan manfaat prima sesuai tujuannya karena seiring berjalannya waktu semua aktifa tetap yang digunakan untuk pemenuhan operasional klinik pasti mengalami proses penyusutan. Untuk mencapai kelanggengan manfaat dan ’ain wakaf ini dibutuhkan biaya untuk menutupi beban pemeliharaan yang telah dikeluarkan, pendapatan inilah yang menjadi kajian studi kelayakan ekonomi suatu proyek harta wakaf.
Menurut Monzerkahf ada beberapa model pembiayaan yang dilaksanakan institusi wakaf:
a.       Pembiayaan murabahah
Penerapan pembiayaan murah baha telah memosisikan nadzir sebagai debitur kepada lembaga perbankan untuk harga peralatan dan material yang dibeli, ditambah mark-up pembiayaannya, hutang ini akan dibayar dari pendapatan hasil pengembangan harta wakaf.
b.      Pembiayaan Istisna’
Model Istisna’ memungkinkan nadzir memesan pengembangan harta wakaf yang diperluksan kepada lembaga pembiayaan melalui suatu kontrak istisna’. Lembaga pembiayaanlah kemudian membuat kontrak dengan kontraktor untuk memenuhi pesanan pengelola harta wakaf atas nama lembaga pembiayaan itu 
c.       Pembiayaan ijarah
Merupakan penerapan harta wakaf tetap memegang kendali penuh atas manajemen proyek.  Dalam pelakasaannya nadzir memberikan izin penyedia dana mendirikan gedung  diatas tanah wakaf dalam jangka waktu yang telah di tentukan. Kemudian ia menyewakan gedung tersebut buntuk jangka waktu yang sama diamana pada periode tersebut dimiki oleh penyedia dana.
d.      Pembiayaan mudharabah
Model mudharabah dapat digunakan oleh nadzir dengan asumsi peranannya sebagai entrepreneur dan menerima dana likuid dari dana lembaga pembiayaan untuk mendirikan bangunan diatas tanah wakaf, atau mengebor sebuah sumur minyak jika tanah itu menghasilkan minyak. Manajemen akan tetap berada ditangan nadzir seara eklusif dan tingkat bagi hasil di tetapkan sedemikian rupa sehingga menutup biaya usaha. (Heykal, 2010, pp. 329-332)
Pola manajemen Pengelolaan wakaf yang  yang selama ini adalah  pola manajemen  pengelolaan yang  terhitung masih tradisional- konsumtif  hal tersebut diketahui melalui aspek :
a.       Kepemimpinan
b.      Rekruimen SDM keNazhiran
c.       Operasional Pemberdayaan
d.      Pola pemanfaatan hasil
e.       Sistem control dan tanggung jawab.
Untuk itu, sebagai salah satu elemen penting dalam  pengembangan  paradigm baru wakaf  harus ditampilkan professional dan modern, disebut  professional dan modern  itu bisa dilihat dari aspek-aspek pengelolaan berikut :
a.       Kelembagaan
Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, pertama yang harus dilakukan adalah perluya pembetukan suatu badan atau lembaga yang khusus  mengelola wakaf  yang ada dan bersifat nasional   yang diberi nama Badan Wakaf Indonesia ( BWI). BWI diberi tugas  pengembangan wakaf secara produktif, sehinggga wakaf dapat berfungsi  untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
b.      Pengelolaan  Operasional
Yang di maksud dengan standar operasional pengelolaan akaf adalah batasan atau garis kebijakan  dalam pengelolaan wakaf  agar menghasilkan  sesuatu yang lebih bermnafaat  bagi kepentingan masyarakat banyak. Pngelolaan operasional ini terasa sangat penting  dan menentukan   berhasil atau tidaknya  manajemen pengelolaan secara umum, adapun standar opersional meliputi seluruh rangkaian program kerja  yang dapat menghasilkan sebuah produk.
Standar keputusan operasional merupakan bentuk tema dalam operasi  kelembagaan Nazhir  yang ingin mengelola secara produktif, keputusan yang dimaksud disini berkaitan dengan lima fungsi utama manajemen operasional, yaitu:
a)      Proses
b)      Kapasitas
c)      Sending
d)     Tenaga kerja
e)      Mutu
c.       Kehumasan
Dalam mengelola benda-benda wakaf kehumasan memiliki peran penting, fungsi kehumasan antara lain sebagai berikut:
a)      memperkuat image bahwa benda-benda wakaf yang dikelola oleh Nazhir  professional  betul-betul dapat dikembangkn hasilnya untu kesejahtraan masyarakat.
b)      Untuk meyakinkan para calon yang masih ragu, apakah wakafnya dapat dikelola dengan baikk atau tidak
c)      Memperkenalkan aspek wakaf yang tidak hanya ber orientasi pada pahala oriented.


d.      System keuangan
a)      Akuntansi
b)      Auditing
Dalam melakukan kewajiban sebagai nazhir, tabung wakaf  Indonesia harus  melakukan pengelolaan dan pengembangan atas benda wakaf  yang dihimpun sesuai dengan fungsi dan peruntukan nya dalam  prisip-prinsip islam. Dalam pengelolaan  benda wakaf di lakukan dua pendekatan :
a.       Pendekatan produktif
Yaitu tabungan wakaf Indonesia akan mengelola harta wakaf yang sifatnya  produktif dan menghasilkan keuntungan.
b.      Pendekatan non Produktif
Yaitu tabungan wakaf Indonesia akan mengelola harta wakaf yang sifatnya  tidak menghasilkan keuntungan.
Dalam islam, wakaf sering disebut sebagai sumber asset yang Memberikan kemanfaatan sepajang masa, wakaf dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf  dan peningkatan produktifitas  harta wakaf
a.       Wakaf dalam bentuk fixed asset  hanya dapat diberikan kepada masyarakat yang tergolong mempunyai asset yang berlebi, sehingga kelebihan tersebut akan diwakafkan, dan masyarakat yang tidak mempunyai asset yang berlebih tentukan akan mempunyai kendala untuk berwakaf dengan fixed asset
Wakaf  tunai  dapat digunakan  untuk memproduktifkan  asset wakaf  sekaran yang tersebar banyak di kaum muslimin, wakf tunai dapat digunakan untuk memotovasi masyarakat untuk berwakaf dalam jangkauan lapisan msyarakat yang lebih luas. (Harahap, 2007, pp. 106-117)

B.     Perkembangan Institusi Wakaf di Indonesia
Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah diterima menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu, suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda bergerak atau benda tak bergerak. Dinegara-nagara  muslim lain, wakaf mendapat perhatian yang cukup sehingga wakaf menjadi amal social yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan berkembang bersamaan dengan laju perubahan zaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan, sepeti bentuk wakaf uang, wakaf hak atas kekayaan intelektual, dan lain-lain. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbitkan Undang-Undang NO. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaanya.
Belakangan, wakaf mengalami perubahan paradigm yang cukup tajam. Perubahan paradigma itu terutama dalam penegelolaan wakaf yang ditunjukan sebagai instrument menyejahterakan masyarakat muslim. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bisnis dan manajemen.konteks ini kemudian dikenal dengan wakaf produktif. Achmad jinaidi dan kawan- kawan menawarkan dua hal yang berkaitan dengan wakaf produktif, pertama, asas paradigm baru wakaf, yaitu asas keabadian manfaat, asas pertanggungjawaban (responsibility), asas profesionalitas manajemen, dan asas keadilan. Kedua, aspek paradigm baru wakaf, yaitu pembaharuan/ reformasi pemahaman mengenai wakaf, system manajmen kenazhiran/manajemen sumber daya insani, dan system rekrutmen wakif.
Wakaf dalam konteks kekinian memiliki tiga cirri utama:
a.    Pola manajemen wakaf harus terintegrasi; dana wakaf dapat dialokasikan untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang tercakup didalamnya.
b.    Asas kesejahteraan nazhir.
Pekerjaan sebagai nazhir tidak lagi diposisikan sebagai pekerja social, tetapi sebagai professional yang biasa hidup dengan layak dari profesi tersebut.
c.    Asas transparansi dan tanggung jawab.
Badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan proses pengelolaan dana kepada umat setiap tahun. (Soemitra, 2010, pp. 436-437)
Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat baru 62% tanah wakaf di Indonesia yang memiliki sertifikat wakaf. Padahal, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 420 ribu hectare.
Pengurus BWI Iwan Agustiawaan Fuad mengungkapkan, lambatnya sertifikasi tanah wakaf di Indonesia salah satunya disebabkan keterbatasan kompetensi pengelola wakaf atau nadzir.                                      
Jumlah asset wakaf terbilang besar di Indonesia. Berdasarkan data kementrian Agama jumlah tanah wakaf mencapai 430.766 lokasi dengan luas sekitar 161.579 hektare. Luas asset wakaf yang tersebar di 366.595 lokasi itu diklaim sebagai jumlah harta wakaf terbesar di dunia.
Mayoritas asset wakaf itu sebagai fasilitas social yang tidak mendatangkan keuntungan. Bahkan untuk operasional asset-aset wakaf tersebut agar tetap kekal kemanfaatannya justru disubsidi dari anggaran infak dan sedekah umat islam. Lahirnya Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrument dalam membangun kehidupan social ekonomi umat islam.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Keutamaan wakaf dapat dirumuskan sebagai berikut, (1) melalui wakaf seseorang dapat menumbuhkan sifat zuhud dan melatih seseorang untuk saling membantu atas kepentingan orang lain, (2) dapat menghidupkan lembaga-lembaga social keagamaan maupun kemasyarakatan untuk mengembangkan potensi umat, (3) menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik seseorang yang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti diserahkan sebagaimana halnya zakat, (4) menyadarkan seseorang kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup, maka persiapan itu di antaranya wakaf sebagai tabungan akhirat, (5) keutamaan lain dapat penopang dan penggerak kehidupan social kemasyarakatan umat islam baik aspek ekonomi, pendidikan, social budaya dan lainnya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Harahap, S. (2007). Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Direktorat Pemberdaya Wakaf .
Heykal, N. H. (2010). Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rizal, S. I. (2005). Lembaga Keuangan Syariah. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
Soemitra, A. (2010). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.


















 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah Pasar Modal (Syariah dan Konvensional)

makalah DPS, DSN, dan DK

PERUSAHAAN DANA PENSIUN